Revitalisasi Kebijakan Kependudukan di Indonesia

Oleh : Prof. Dr. Sukamdi, M.Sc. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar (Dalam Bidang Geografi Penduduk) Pada Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Disampaikan pada Rapat Terbuka Dewan Guru Besar Universitas Gadjah Mada, Tanggal 16 November 2023

Assalammu’alaikum wr. wb.
Pertama-tama marilah kita panjatkam puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah Nya sehingga pada pagi hari ini kita dapat berkumpul di Balai Senat ini dalam rangka pidato pengukuhan jabatan guru besar Geografi Penduduk pada Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada.

Saya menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Republik Indonesia yang telah memberikan kepercayaan kepada saya melalui Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 45349/M/07/2023 dengan mengangkat saya dalam jabatan Guru Besar dalam bidang Geografi Penduduk sejak 1 Agustus 2023.

Pada kesempatan ini saya juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kehadiran bapak/ibu sekalian dan kesediaannya untuk mengikuti acara pada hari ini. Dengan segala kerendahan hati perkenankanlah saya menyampaikan Pidato Pengukuhan dengan judul: Revitalisasi Kebijakan Kependudukan di Indonesia.

Hadirin yang saya hormati
Istilah revitalisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah perbuatan menghidupkan atau menggiatkan kembali atau menjadikan sesuatu atau perbuatan untuk menjadi vital. Dengan kata lain revitalisasi kebijakan kependudukan adalah usaha untuk menjadikan kebijakan kependudukan di Indonesia menjadi (lebih) penting, terutama untuk mencapai tujuan pembangunan yang lebih luas.

Ada beberapa alasan mengapa saya mengambil topik ini.

Pertama, dari berbagai konvensi internasional telah disepakati bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara penduduk dan pembangunan yang kemudian melahirkan mandat untuk melakukan integrasi kebijakan kependudukan ke dalam perencanaan pembangunan. Jika variabel penduduk diabaikan dalam perencanaan pembangunan maka sangat mustahil pembangunan berkelanjutan dapat dicapai (Scherr, 1997; Sukamdi, 2020).

Kedua, dinamika sosial ekonomi dan juga politik di Indonesia telah melahirkan tantangan baru di bidang kependudukan. Tantangan yang muncul tersebut mau tidak mau harus direspon secara tepat agar tidak berkembang menjadi masalah yang dapat menghambat pembangunan. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya kebijakan kependudukan merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan sektor yang lain. Hal ini yang kemudian melahirkan konsep pembangunan berwawasan kependudukan (Sukamdi dan Agus Joko Pitoyo, 2020).

Ketiga, sesuai dengan bidang ilmu yang saya geluti, yaitu geografi penduduk, maka diperlukan penjelasan dari perspektif ilmu geogafi, apa yang dapat dikontribusikan dalam melakukan revitalisasi kebijakan kependudukan di Indonesia.

Penduduk dan Pembangunan
Perdebatan tentang hubungan pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi telah berkembang sangat lama. Pada umumnya perdebatan tersebut terjadi pada spektrum apakah “pertumbuhan penduduk itu buruk” (misalnya, Ehrlich, 1971) vs. “pertumbuhan penduduk itu baik” (misalnya, Simon, 1981, 1986 & 1990)1. Hal tersebut kemudian memunculkan aliran revisionis yang mencoba memposisikan argumen keduanya dalam perspektif yang lebih “netral”.

Kesimpulan mendasar dari posisi revisionis adalah (1) pertumbuhan penduduk mempunyai dampak yang ambigu terhadap pembangunan; (2) pertumbuhan dan jumlah penduduk keduanya mempunyai dampak positif dan negatif terhadap pembangunan; (3) dampak ini bersifat langsung dan tidak langsung dan bervariasi tergantung dari jangka waktu yang digunakan; dan (4) dampak ini mencakup umpan balik di dalamnya sistem ekonomi, politik, dan sosial (Kelley, 1988 & 2001; Bongaart, et.al 2020).

Pertumbuhan penduduk dapat berdampak negatif jika jumlah penduduk meningkat lebih cepat dibandingkan produktivitas (efek “Malthusian”); jika Ketergantungan penduduk muda menurunkan investasi (“efek ketergantungan pemuda”); atau jika produktivitas rata-rata modal fisik dan sumber daya alam menurun melalui penurunan hasil (“efek pendangkalan sumber daya”). Selain dampak ketergantungan generasi muda dan penipisan sumber daya, Coale dan Hoover (1958) berpendapat bahwa pertumbuhan penduduk dapat menyebabkan efek “pengalihan investasi”, yaitu peralihan investasi dari sektor yang produktif seperti modal fisik ke sektor yang kurang berorientasi pada pertumbuhan seperti pendidikan.

Pertumbuhan penduduk berdampak positif terhadap pembangunan jika (a) mampu merangsang pertumbuhan faktor-faktor lain, seperti investasi modal fisik atau teknologi (efek “peningkatan sumber daya”); (b) jika hal tersebut menstimulasi permintaan agregat (efek “ukuran”); atau (c) jika ada skala ekonomi di keduanya, produksi atau investasi (misalnya, teknologi atau modal fisik).

Beberapa alasan mengapa pandangan terhadap pertumbuhan penduduk tidak terlalu pesimistis adalah karena keyakinan yang lebih baru mengenai sumber pertumbuhan ekonomi–misalnya, semakin pentingnya sumber daya manusia dibandingkan dengan sumber daya alam dan modal fisik (Kelley, 2001).

Selain itu, teori endogen telah membuat orang-orang optimis mengenai peran pertumbuhan penduduk dalam pembangunan. Simon (1986), berpendapat bahwa pertumbuhan penduduk dapat menstimulasi kemajuan karena jumlah penduduk dapat mendorong inovasi (sisi permintaan) dan bahwa semakin banyak kepala/penduduk berarti semakin banyak pengetahuan (sisi penawaran) (lihat juga Alejandro, 2003).

Selain itu, berlawanan dengan efek ketergantungan pada generasi muda, pertumbuhan penduduk dapat memberikan dampak positif terhadap tabungan jika model siklus hidup dipertimbangkan (lihat Modigliani, 1970). Selain membiayai anak-anak, keluarga juga dapat menabung untuk hari tua mereka; Oleh karena itu, pertumbuhan penduduk dapat meningkatkan tabungan jika hal ini menyebabkan peningkatan proporsi pekerja muda yang bertahan hingga pensiun.

Yang terakhir ini (efek positif) seringkali tidak dimasukkan dalam analisis hubungan antara pertumbuhan penduduk dan pembangunan, sebagian karena jumlah penduduk dipandang sebagai masalah negara berkembang, sedangkan penuaan populasi sebagian besar merupakan fenomena di negara maju. Penelitian empiris terkini mengenai keseimbangan antara dampak positif dan negatif populasi terhadap tabungan masih beragam.

Williamson dan Higgins (1997) menemukan bahwa transisi demografi menyebabkan tabungan lebih tinggi di Asia Timur namun, Lee dkk. (1997) yang juga meneliti Asia Timur, menemukan bahwa transisi demografi mula-mula meningkatkan tabungan, kemudian menurunkannya.

Brantley Liddle (2002) mencoba melakukan analisis menggunakan model simulasi yang menghasilkan kesimpulan menarik. Pertama, ada bukti bahwa teorinya Malthus benar. Kedua, hubungan antara penduduk dan pembangunan tidak selalu konsisten, karena bersifat kontekstual, tergantung pada kemajuan suatu negara.

Hasil analisis lain menunjukkan bahwa secara umum setuju dengan pandangan Simon (1977) bahwa pertumbuhan penduduk yang positif lebih baik daripada pertumbuhan penduduk yang stasioner dalam jangka panjang, namun pertumbuhan penduduk yang stasioner lebih baik dalam jangka pendek, dan bahwa pertumbuhan penduduk yang menurun memiliki kinerja yang buruk dalam jangka panjang. Namun, temuan ini tidak sesuai dengan argumen Simon bahwa pertumbuhan penduduk yang berlipat akan berdampak positif pada pembangunan ekonomi.

Perdebatan tentang hubungan antara penduduk dan pembangunan semakin kompleks ketika arah diskusi masuk pada ranah yang lebih spesifik pada apa yang disebut dengan pembangunan. Sebagai contoh diskusi hubungan antar penduduk dan lingkungan, penduduk dan politik atau penduduk dan pembangunan sosial budaya. Terlepas dari hal tersebut, sejauh ini diskusi tentang hubungan antara penduduk dan pembangunan ekonomi masih mendominasi.

Seperti halnya di negara berkembang lainnya, Indonesia sejak awal tahun 1970an mendasarkan kebijakan kependudukan pada teori yang menganggap pertumbuhan penduduk yang tinggi akan berakibat negatif pada pembangunan ekonomi. Oleh karena itu jargon tentang pengendalian penduduk (population control) sangat mewarnai kebijakan kependudukan sampai dengan saat ini.

Hadirin yang saya hormati,

Kebijakan Kependudukan di Indonesia: tinjauan historis
Jika pembicaraan mengenai kebijakan kependudukan di Indonesaia difokuskan pada fertilitas, maka biasanya orang akan membagi dua fase utama, yaitu fase ketika Indonesia (dianggap) melaksanakan kebijakan pro natalis (masa orde lama) dan fase ketika Indonesia menerapkan kebijakan anti natalis (orde baru sampai sekarang). Tetapi ternyata pembagian tersebut akan menyesatkan.

Hull (2005) menuliskan secara rinci evolusi kebijakan kependudukan di Indonesia dalam buku yang berjudul People, Population and Policy in Indonesia. Di dalam buku tersebut diuraikan bahwa sebenarnya kebijakan anti natalis telah memiliki akar yang kuat selama orde lama berkuasa. Bahkan Hull (2005) menyebutkan bahwa isu tentang keluarga berencana telah dimulai selama periode 1920-1940 ketika beberapa orang berani membicarakan terbuka tentang mengontrol kelahiran, meskipun hal itu dikutuk oleh pemerintah Hindia Belanda.(Hull, 2005 : 3). Hal tersebut kemudian dilanjutkan oleh sedikit dokter yang hanya mendasarkan pada buku dan pamflet dari luar negeri untuk memberi nasehat kepada klien mereka di perkotaan tentang pencegahan kelahiran.

Setelah kemerdekaan, Dr. Julie Sulianti Suroso dari Kementerian Kesehatan dikirim ke Swedia atas beasiswa WHO untuk belajar tentang sistem kesehatan ibu dan anak. Sepulang dari Swedia, Dr. Julie Yulianti Suroso meminta kepada pemerintah menyediakan alat kontrasepsi di sistem kesehatan masyarakat. Salah satu perhatiannya adalah fakta bahwa angka kematian maternal dan bayi yang tinggi. Seterusnya dia melakukan broadcasting melalui RRI Yogyakarta untuk mengadvokasi pemerintah agar menyokong keluarga berencana. Tetapi usahanya agar pemerintah memberikan dukungan tehadap penyediaan kontrasepsi tidak terpenuhi, bahkan dia diperintahkan untuk menghentikan acara broadcasting di radio tersebut (Hull, 2005 : 5-7). Akibat dari pelarangan tersebut menyebabkan alat kontrasepsi sangat sulit diperoleh, bahkan di praktek dokter swasta.

Hal berikutnya yang perlu untuk dicatat adalah bahwa kontak yang dilakukan oleh Duta Besar Indonesia untuk Inggris, yaitu Dr. Subandrio dengan International Planned Parenthood Federation (IPPF) yang didirikan di London pada tahun 1952. Hal tersebut merupakan awal Indonesia memiliki akses dengan gerakan keluarga berencana di luar negeri. Meskipun hal ini berskala kecil, tetapi merupakan pertanda komitmen tenaga medis profesional di Indonesia terhadap keluarga berencana.

Pada tahun 1956, atas biaya USAID, Dr. Judono dikirim ke Amerika untuk mengikuti pelatihan metode modern keluarga berencana. Dialah yang bersama sama dengan rekan rekannya yang memiliki pemikiran yang sama juga dengan pemimpin feminis mendirikan Indonesian Planned Parenthood Association (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia/PKBI). Ketua PKBI yang pertama adalah Dr. Soeharto, dokter pribadi Presiden Sukarno dan wakil ketuanya adalah Dr. Hoeroestiati Subandrio. Lebih lanjut, Hull (2005) juga menjelaskan bahwa dari dokumen wawancara Presiden Soekarno dengan wartawan Amerika, memperlihatkan bahwa secara pribadi presiden tidak menentang keluarga berencana, meskipun secara formal ungkapan di depan publik presiden cenderung pro natalis.

Berdasarkan penjelasan di atas kita dapat mengetahui bahwa embrio program keluarga berencana sebagai bagian dari kebijakan kependudukan di Indonesia telah ada jauh sebelum secara resmi Indonesia menyatakan keluarga berencana sebagai program nasional melalui penandatanganan deklarasi kependudukan sedunia tahun 1967.

Hadirin yang saya hormati,

Isu regulasi
Setiap kebijakan, termasuk kebijakan kependudukan, harus didukung oleh regulasi yang memadai. Di Indonesia undang-undang yang secara komprehensif dan khusus dibuat untuk menjadi dasar kebijakan kependudukan adalah disahkannya Undang-Undang No. 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Secara prinsip undang undang tersebut telah mencakup keseluruhan aspek yang perlu direspon dalam kebijakan kependudukan di Indonesia.

Akan tetapi, pada tahun 1994 muncul konvensi internasional baru sebagai hasil dari Konferensi Kependudukan dan Pembangunan Sedunia (ICPD/International Conference on Population and Development) yang dilaksanakan di Kairo. Konferensi ini dihadiri oleh 179 negara dan mengadopsi program aksi revolusioner yang menyerukan agar kesehatan dan hak-hak reproduksi perempuan menjadi pusat perhatian dalam upaya pembangunan nasional dan global.

ICPD 1994 di Kairo merupakan tonggak baru dalam kebijakan kependudukan di dunia dengan mengangkat dua isu besar yaitu pendekatan berbasis hak asasi (right base approach) dan meletakkan program keluarga berencana sebagai sub bagian dari isu yang lebih besar yaitu kesehatan dan hak reproduksi. Konferensi ini juga mensepakati 15 prinsip dalam kebijakan kependudukan di dunia. Ketika konvensi ini diadpsosi dalam kebijakan kependudukan di Indonesia, maka ada tuntutan untuk melakukan review ulang terhadap Undang-Undang No. 10 tahun 1992.

Tuntutan tersebut menguat dengan dilaksanakannya desentralisasi di Indonesia, serta krisis ekonomi yang memporak porandakan perekonomian nasional pada tahun 1998. Hasilnya adalah pada tahun 2003 DPR berinisiatif untuk melakukan revisi terhadap Undng Undang No. 10 tahun 1992. Setelah bertahun tahun hasil revisi tersebut disahkan menjadi Undang Undang No. 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Penduduk dan Pembangunan Keluarga. Paling tidak, ada kurang lebih 12 Peraturan Pelaksanan yang harus disusun berdasarkan Undang Undang No. 52 tahun 2009. Sampai dengan tahun 2014 terdapat 2 Peraturan Pelaksanaan yang telah disahkan. Pertama, Peraturan Pemerintah (PP) No. 87 tahun 2014 tentang Perkembangan Penduduk, Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana dan Sistem Informasi Keluarga. Kedua, pada tahun yang sama keluar Peraturan Presiden (Perpres) No. 153 tahun 2014 tentang Grand Design Pembangunan Keluarga (GDPK).

Undang Undang Nomor 52 tahun 2009 merombak implementasi kebijakan kependudukan di Indonesia secara signifikan. Salah satu mandat yang tertuang di Bab IX pasal 53 adalah perubahan organisasi BKKBN. BKKBN berubah dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Perubahan tersebut tidak hanya perubahan singkatan tetapi juga tugas dan fungsi yang ada di dalamnya. Sementara itu, BKKBN bukan lagi lembaga struktural tetapi fungsional.

Undang Undang No. 52 tahun 2009 juga mengamanatkan dibentuknya BKKBD di tingkat provinsi dan kabupaten/kota (pasal 54). Mandat ini tidak pernah terealisasi sampai dengan saat ini karena bertentangan dengan undang-undang otonomi daerah. Persoalan ini kemudian diselesaikan dengan keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 62 tahun 2010 tentang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.

Dalam rangka revitalisasi kebijakan kependudukan ke depan, tampaknya isu-isu tersebut perlu direspon secara bijak. Salah satu caranya adalah melakukan revisi terhadap Undang Undang Nomor 52 tahun 2009. Diskusi mengenai hal ini telah berlangsung, tetapi perlu mempercepat tindakan agar dapat menjadi landasan berpijak bagi perumusan kebijakan kependudukan di masa yang akan datang. Tetapi memang disadari sepenuhnya bahwa merevisi undang undang membutuhkan biaya yang tinggi baik dari sisi waktu maupun energi. Untuk itu kemungkinan yang lain adalah menyusun Peraturan Pelaksana seperti Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 62 tahun 2010 yang digunakan untuk mengatasi persoalan kelembagaan.

Regulasi lain yang memiliki arti penting dalam pelakanaan kebijakan kependudukan di Indonesia adalah Peraturan Presiden (Perpres) No. 153 tahun 2014 tentang Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK). GDPK merupakan dokumen penting pembangunan kependudukan di Indonesia. Pada tingkat nasional maupun sub nasional (provinsi, kabupaten/kota) GDPK merupakan salah satu dokumen penting terintegrasi dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) ataupun Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP).

Sebagaimana tercantum dalam pasal 4 strategi pelaksanaan GDPK dilakukan melalui 5 pilar, yaitu (a) pengendalian kuantitas, (b) pengembangan kualitas, (c) pembangunan keluarga, (d) penataan persebaran dan pengarahan mobilitas penduduk dan (e) penataan administrasi kependudukan. Tujuan dari masing- masing pilar tersebut, sebagaimana tercantum di pasal 3, adalah (1) penduduk tumbuh seimbang, (2) manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohani, cerdas, mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, dan memiliki etos kerja yang tinggi, (3) keluarga Indonesia yang berketahanan, sejahtera, sehat, maju, mandiri, dan harmoni, (4) keseimbangan persebaran penduduk yang serasi dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan, dan (5) administrasi kependudukan yang tertib, akurat, dan dapat dipercaya.

Sebagai sebuah bangunan maka atapnya adalah pengembangan kualitas penduduk yang menjadi utimate goal GDPK. Sementara itu terdapat tiga tiang penyangga, yaitu pengendalian kuantitas, pembangunan keluarga dan penataan persebaran dan pengarahan mobilitas penduduk. Ketiga, tiang penyangga ini hanya akan bisa tegak dan kokoh jika berdiri di atas fondasi data kependudukan yang berkualitas, terintegrasi dan aksesibel.

Sampai dengan saat ini sebagian besar provinsi dan kabupaten/kota telah menyusun dokumen GDPK. Tetapi pemanfaatan dokumen GDPK sebagai “working document” masih perlu dilakukan, selain itu juga masih diperlukan melakukan sinkronisasi GDPK antar kabupaten/kota dalam satu provinsi dan GDPK provinsi dengan GDPK nasional, sebagaimana diamanahkan dalam pasal 10 Peraturan Presiden (Perpres) No. 153 tahun 2014.

Untuk merespon tantangan ke depan, tampaknya Peraturan Presiden (Perpres) No. 153 tahun 2014 perlu direvisi. Pertama nomenklatur yang tercantum dalam perpres tersebut tidak dapat digunakan untuk implementasi. Kedua, tidak seperti pada tingkat nasional, pelaksanaan penyusunan GDPK di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 153 tahun 2014, kurang operasional.

Hal ini menyebabkan kebingungan di tingkat sub nasioal untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab penyusunan GDPK karena melibatkan multi sektor. Ketiga, pedoman penyusunan GDPK yang telah disusun oleh BKKBN sebaiknya diperkuat dengan Keputusan Menteri, misalnya Kementerian Dalam Negeri atau Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Hal ini penting untuk dasar penyusunan GDPK di tingkat sub nasional.

Hadirin yang saya hormati,

Pendekatan dan sasaran
Sampai dengan saat ini belum ada pendekatan yang secara terintegrasi dapat mengakomodasi semua aspek dalam kebijakan kependudukan Indonesia. Untuk itu perlu disusun suatu pendekatan yang tepat dan mampu merespon tujuan kebijakan kependudukan di Indonesia. Pendekatan yang cocok dengan hal tersebut adalah pendekatan terpadu (integrated approach) pembangunan sumber daya manusia.

Pendekatan ini mencakup tiga tahap yang terintegrasi. Pertama adalah pengelolaan kuantitas penduduk. Istilah pengelolaan digunakan untuk mengganti istilah pengendalian yang selama ini digunakan dalam kebijakan kependudukan. Alasan pokok penggunaan pengelolaan adalah untuk memberikan keleluasaan atau fleksibilitas dalam penerjemahannya. Istilah pengendalian memberikan konotasi bahwa kebijakan kependudukan di Indonesia adalah untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk. Pada suatu saat ada kemungkinan Indonesia secara nasioal atau sub-nasional, juga akan dihadapkan dengan usaha untuk meningkatkan jumlah penduduk.

Tahap pengelolaan kuantitas penduduk bertujuan untuk menciptakan struktur penduduk yang kondusif bagi pembangunan. Sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 87 tahun 2014, pasal 5 poin a yang menyatakan bahwa tujuan nasional kebijakan perkembangan kependudukan diarahkan untuk menjamin tercapainya kondisi bonus demografi. Oleh karena itu, kebijakan yang harus dilakukan adalah mengelola komposisi penduduk menurut umur, sebagai salah satu unsur struktur penduduk, untuk menurunkan angka ketergantungan sebagai indikator bonus demografi. Fokus utamanya adalah kebijakan pengaturan kelahiran dalam rangka menurunkan jumlah penduduk usia non produktif 0-14 tahun.

Unsur lain pada struktur penduduk adalah distribusi penduduk. Tujuan utamanya adalah untuk menghindari akumulasi penduduk di suatu tempat agar tidak menimbulkan masalah tekanan penduduk. Sementara itu aspek terakhir yang diintervensi adalah penurunan angka kematian. Penurunan angka kematian juga sekaligus merupakan usaha untuk meningkatkan angka harapan hidup. Peningkatan angka harapan hidup dapat dilakukan dengan menurunkan angka kematian bayi. Perubahan angka harapan hidup akan memengaruhi jumlah penduduk pada usia lanjut (65+) yang menjadi bagian dari penduduk (yang dianggap) non produktif.

Secara sepintas hal ini akan menghambat pencapaian bonus demografi, karena meningkatkan jumlah penduduk usia non produktif, tetapi kebijakan ini tetap dan harus dilakukan. Dengan demikian, untuk mengimbanginya maka harus diakomodasi melalui penurunan jumlah penduduk usia produktif yang lainnya (usia <14 tahun) melalui pengaturan kelahiran.

Untuk komponen lain dalam struktur penduduk, yaitu jumlah penduduk, maka rujukannya adalah sebuah konsep yang terkenal dengan population optimum. Secara konseptual population optimum adalah jumlah penduduk ideal, yang dengan sumber daya dan keterampilan tertentu, menghasilkan kesejahteraan ekonomi maksimum (terbesar) (biasanya pendapatan per kapita maksimum) atau memungkinkan standar hidup tertinggi. Dalam konteks ini maka pertanyaan yang harus dijawab adalah berapa jumlah penduduk ideal di suatu wilayah. Berarti hal ini terkait juga dengan konsep daya dukung dan daya tampung lingkungan (carrying capacity).

Tahap kedua adalah pengembangan kualitas penduduk. Tahap ini akan lebih mudah dilakukan jika pada tahap pertama telah menghasilkan kondisi penduduk yang kondusif, baik daam hal jumlah, persebaran dan komposisi penduduk. Dengan mengikuti konsep pembangunan manusia dari UNDP, maka ada tiga dimensi kualitas penduduk yang perlu memperoleh perhatian, yaitu pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Ketiga dimensi ini yang kemudian secara komposit membentuk IPM (Indeks Pembangunan Manusia) atau HDI (Human Development Indeks). Dalam konteks ini maka jelas bahwa usaha untuk meningkatkan kualitas penduduk buka domain salah satu K/L saja tetapi bersifat multi stakeholder.

Hasil dari tahap 1 dan 2 akan menghasilkan potensi yang kemudian harus dimanfaatkan secara optimal pada tahap ke 3. Tujuan tahap ketiga ini adalah peningkatan produktivitas penduduk. Hal ini mengacu pada teori investasi modal manusia sebagaimana disampaikan oleh Schultz (1961) dan Becker (1964) yang mengatakan bahwa produktivitas sumber daya manusia akan meningkat jika penduduk yang ada di suatu wilayah berpengetahuan dan berketrampilan (lihat juga Fleischhauer, 2007). Dengan prasyarat bahwa peningkatan pengetahuan dan ketrampilan akan memicu inovasi dan inovasi akan meningkatkan produktivitas.

Dalam pengembangan kualitas penduduk harus memperhatikan empat dimensi penduduk, yaitu penduduk sebagai individu, penduduk sebagai anggota keluarga, penduduk sebagai anggota masyarakat, dan penduduk sebagai warga negara. Penjelasan mengenai dimensi penduduk tersebut sebenarnya tercantum dalam Undang Undang No. 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Tetapi ketika Undang Undang No. 52 tahun 2009 terbit menggantikan Undang Undang Nomor 10 tahun 1992 bab mengenai dimensi penduduk tersebut hilang.

Hadirin yang saya hormati,
Tantangan Masalah Kependudukan Menyongsong Indonesia Emas
Visi Indonesia emas tahun 2045 adalah menjadikan Indonesia sebagai negara yang berdaulat maju adil dan makmur. Visi ini akan dicapai melalui 4 pilar, yaitu (1) pembangunan manusia dan penguasan IPTEK; (2) pembangunan ekonomi yang berkelanjuta; (3) pemerataan pembangunan; (4) pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan. Isu kependudukan menjadi bagian integral dengan pilar nomor 1 terkait dengan pembangunan kualitas penduduk.

Hasil proyeksi penduduk 2020-2050 yang disusun oleh pemerintah menunjukkan bahwa pada tahun 2045 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan 329,13 juta jiwa. Jumlah tersebut dicapai dengan menurunkan angka kelahiran total (TFR) pada tingkat replacement level dan dijaga konstan berada pada angka 2,0 serta angka kematian bayi diturunkan secara konsisten mencapai 4,2 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2045 (Bappenas, 2023).

Jika perubahan tersebut dapat tercapai maka komposisi penduduk juga akan berubah. Perubahan tersebut ditandai dengan 3 hal (1) meningkatnya penduduk usia produktif; (2) penurunan penduduk usia muda; dan (3) peningkatan penduduk usia lanjut. Dampak perubahan struktur penduduk tersebut akan menyebabkan percepatan periode windows of opportunity (Bappenas 2023). Berdasarkan proyeksi penduduk dengan skenario optimis, diperkirakan windows of opportunity akan berakhir pada tahun 2039. Pencapaian ini lebih cepat dibandingkan dengan perkiraan yang telah dilakukan sebelumnya. Hal ini akan membawa konsekuensi penting dalam kebijakan pembangunan saat ini dan di masa yang akan datang.

Kondisi ini sejalan dengan pendapat Emil Salim, et.al (2015) yang menyatakan bahwa Indonesia akan menghadapai 3 mega trend demografi, yaitu (1) jumlah penduduk yang besar dan bertambah besar serta tingkat urbanisasi yang cepat, (2) adalah transisi struktur umur penduduk yang ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut dan jumlah penduduk usia produktif yang sangat besar dan (3) perubahan pola mobilitas penduduk menuju ke mobilitas penduduk non permanen. Disamping itu, perubahan arus dan volume migrasi selama 40 tahun terakhir harus menjadi bagian penting dalam perumusan kebijakan mobilitas penduduk di Indonesia (Sukamdi and Ghazy Mujahid, 2015).

Hadirin yang saya hormati,
Sumbangan Ilmu Geografi Penduduk dalam Kebijakan Kependudukan
Di dalam kebijakan kependudukan di Indonesia, yang kemudian diadopsi dalam dokumen perencanaan pembangunan, salah satu tujuan pengendalian kuantitas penduduk mencakup 2 hal pokok, yaitu mencapai penduduk tumbuh seimbang (PTS) sebagaimana disebutkan dalam pasal 3 ayat 2 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 153 tahun 2009 dan pencapaian serta pemanfaatan Bonus demografi seperti yang tercantum dalam pasal 5 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 87 tahun 2014. Keduanya telah diturunkan menjadi indikator capaian, yaitu capaian TFR pada angka 2,1 dan angka ketergantungan di bawah 50%. Perkenankanlah saya menyoroti bagian penduduk tumbuh seimbang.

Secara teoritis memang benar bahwa ketika TFR di suatu wilayah mencapai angka 2,1 maka identik dengan penduduk tumbuh seimbang (stable population). Pemahaman terhadap konsep penduduk tumbuh seimbang sangat sulit dilakukan oleh orang awam, karena ini adalah konsep teoritik yang menghubungkan antara pencapaian angka reproduksi bersih (NRR) sama dengan 1 dengan TFR sama dengan 2,1. Ketika NRR sama dengan satu maka setiap wanita hanya akan digantikan oleh seorang anak wanita sampai dengan si anak tersebut menyelesaikan usia produktif. Hal ini lah yang akan menyebabkan komposisi penduduk akan stabil.

Secara teoritis, pencapaian PTS merupakan prasyarat untuk mencapai penduduk tanpa pertumbuhan/PTP (stationary population). Secara khusus, menerjemahkan pengertian PTS ke dalam pengertian yang lebih operasional yang menggambarkan kondisi faktual sangat sulit. Untuk itu, sebaiknya indikator PTS ini dapat diganti dengan konsep lain yang lebih mudah dipahami, yaitu penduduk optimum (optimum population).

Pada bagian inilah ilmu geografi penduduk dapat memberikan kontribusi, karena konsep penduduk optimum ini identik dengan konsep daya dukung lingkungan (carrying capacity). Konsep inilah yang menggabungkan obyek material geografi, yaitu salah satunya, interaksi antara sumber daya alam dengan demografi. Istilah yang dipakai di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menggambarkan jumlah penduduk optimum adalah jumlah penduduk ambang batas.

Batasan tentang daya dukung lingkungan yang disebutkan di dalam Undang- Undang Nomor 32 tahun 2009 dengan Undang Undang Nomor 52 tahun 2009 tidak ada perbedaan yang signifikan. Keduanya merefleksikan tentang interaksi penduduk dan lingkungan (alam).

Pada tahun 2019 KLHK telah menghitung daya dukung dan daya tampung air nasional (KLHK, 2019). Hasilnya sangat menarik untuk dicermati. Hasil perhitungan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ketersediaan air di Pulau Jawa diperkirakan hanya dapat mendukung maksimum 148.626.602 jiwa (KLHK, 2019:80). Hasil Sensus Penduduk tahun 2020 mencatat jumlah penduduk di Jawa adalah 151.591.262 jiwa. Artinya dilihat dari sumber daya air, maka Pulau Jawa telah kelebihan penduduk (over populated) sebanyak 2.964.660 jiwa. Hasil proyeksi penduduk berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2020, penduduk di Jawa diperkirakan akan berjumlah 158,8 juta jiwa pada tahun 2025.

Artinya kelebihan penduduk berdasarkan daya dukung dan daya tampung air di Jawa adalah lebih dari 10 juta jiwa. Said Rusli dkk. (2009) telah menghitung indeks tekanan penduduk di Jawa dan menghasilkan kesimpulan yang senada. Hasilnya menunjukkan bahwa pada tahun 2010 indeks tekanan penduduk di semua provinsi di Jawa telah berada di atas ambang batas dengan nilai indeks tertinggi adalah DKI Jakarta dan disusul berturut turut DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat. Satu satunya provinsi yang masih berada di bawah ambang batas indeks tekanan penduduk adalah Banten. Dengan perkembangan jumlah penduduk selama 13 tahun terakhir diperkirakan Banten juga mengalami hal yang sama.

Berdasarkan metode tapak ekologi (ecological foot print), Rusli dkk (2009) menyimpulkan bahwa semua provinsi di Jawa pada tahun 2005 telah mengalami defisit ekologi. Hasil ini sekaligus memperkuat hasil perhitungan sebelumnya bahwa Pulau Jawa telah mengalami over population. Dalam konteks ini maka kebijakan pengendalian kuantitas memperoleh justifikasi.

Mandat bahwa setiap provinsi serta kabupaten/kota harus menyusun KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) yang memuat perhitungan daya dukung dan daya tampung lingkungan merupakan input penting dalam merumuskan kebijakan kependudukan di level nasional maupun sub nasional.

Penutup
Hadirin yang saya hormati,
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan kependudukan memerlukan revitalisasi. Revitalisasi dapat dilakukan dalam berbagai aspek. Aspek pertama adalah pada sisi regulasi. Dua produk hukum yang selama ini digunakan sebagai dasar penyusunan kebijakan kependudukan di Indonesia (Undang Undang Nomor 52 tahun 2009 dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 153 tahun 2014) perlu direvisi, disesuaikan dengan kebutuhan saat ini.

Aspek kedua adalah pendekatan dan sasaran kebijakan kependudukan. Meskipun tidak menutup kemungkinan digunakannya pendekatan yang lain, pendekatan terpadu pembangunan sumber daya manusia dapat digunakan sebagai alternatif, Pendekatan ini perlu diintegrasikan dengan pendekatan siklus hidup dengan memperhatikan empat dimensi penduduk (diri pribadi, anggota keluarga, anggota masyarakat, dan warga negara) dalam tahap kedua, yaitu pengembangan kualitas penduduk. Sementara itu untuk pengelolaan penduduk sebaiknya target yang digunakan dalam berbagai dokumen perencanaan pembangunan diubah menjadi population optimum. Untuk melakukan ini semua, perlu duduk bersama antara K/L yang mengampu kebijakan kependudukan, yaitu BAPPENAS, Menko PMK, Kemendagri, dan BKKBN duduk bersama untuk merealisasikannya.

Hadirin yang saya hormati,
Untuk yang terakhir, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan kontribusi terhadap pencapaian karir saya mencapai jabatan guru besar saat ini.

Kepada Rektor dan para Wakil Rektor, Senat Akademik UGM, Dewan Guru Besar, tim penilai di tingkat Fakultas maupun Universitas atas persetujuannya terhadap pengusulan diri saya sebagai guru besar.

Kepada para guru besar dan dosen pendahulu saya yang telah memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu Geografi di Fakultas Geografi UGM, khususnya di bidang Geografi Penduduk. Kepada (alm) Prof. Drs. H.R. Bintarto, (alm) Prof. Dr. Ida Bagoes Mantra, (alm) Prof. Drs. Kasto, MA., (alm), Prof. Dr. AJ Suharjo, MA., Prof Dr. Tajuddin Noer Effendi, Drs Tukiran, MA., (alm) Drs. Alip Sonto Sudarmo, SU., (alm) Drs. Riningsih Saladi, MA., (alm) Drs. Handonomulyo, SU., (alm) Drs. Walgito Nototaruno, SU. (alm), saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya atas ilmu yang telah diajarkan dan bimbingannya selama saya menempuh kuliah dan berkarir di Fakultas Geografi UGM.

Saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada Prof. Dr. Sutikno, Prof. Dr. Sudarmadji, M.Eng.Sc., Prof. Dr. Hadi Sabari Yunus, M.A., DRS., Prof. Dr. Suratman, M.Sc., Prof. Dr. Slamet Suprayogi, M.S., Prof. Dr. Totok Gunawan, M.S., Prof. Dr. R. Rijanta, M.Sc., Prof. Dr. M. Baiquni, M.A., Prof. Dr.rer.nat. Muh Aris Marfai, M.Sc., Prof. Dr. Ig. L. Setyawan Purnama, M.S., Prof. Dr. Eko Haryono, M.Si., Prof. Dr. Rini Rahmawati, S.Si., M.T., Prof. Dr. Sri Rum Giyarsih, M.Si., Prof. Dr. Djati Mardiatno, M.Si., Prof. Dr. R. Suharyadi, M.Sc., Prof. Drs. Projo Danoedoro, M.Sc., Ph.D., Prof. Muhammad Kamal, S.Si., M.GIS., Ph.D., Prof. Dr. Pramaditya Wicaksono, M.Sc., atas persahabatan, kerja sama, serta dukungan selama ini.

Kepada Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Geografi UGM saya mengucapkan terima kasih atas dukunganya selama ini. Terima kasih juga saya sampaikan kepada para dosen di Fakultas Geografi UGM, khususnya di Departemen Geografi Lingkungan, atas kebersamaan dan dukungannya. Kepada semua tenaga kependidikan Fakultas Geografi UGM, terima kasih saya ucapkan atas semua kerja sama baik dalam bidang akademik maupun non akademik, sehingga saya dapat menjalankan pekerjaan dengan baik dan lancar.

Tidak lupa, saya mengucapkan penghargaan dan terima kasih kepada peneliti dan staf administrasi di Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM atas kerja sama yang baik dan hubungan kekeluargaan yang membantu saya menjalankan pekerjaan di PSKK sejak 37 tahun yang lalu. Secara khusus saya ingin mengucapkan kepada Prof. Dr. Masri Singarimbun (alm), Prof Dr. Sofian Efendi, Prof. Dr. Agus Dwiyanto (alm), Prof. Dr. Jamaludian Ancok, Prof. Dr. Safri Sairin, Prof. Dr. Muhajir Darwin, yang telah membimbing secara langsung maupun tidak langsung diri saya untuk mengembangkan pengetahuan saya tentang kependudukan dan studi kebijakan.

Kepada guru-guru saya di Florida State University, Prof. David F. Sly, Prof. Michael Micklin, Dr. Robert, M. Weller, Prof. Dr. Isaac W. Eberstein, Prof. Dr. Charles B. Nam dan pembimbing disertasi saya yang sangat saya hormati di Radboud University Nijmegen, Prof. Dr. Willem Wolters, Prof. Dr. Ruerd Ruben, Dr. Manfred te Groetenhouse (alm), dan akademisi yang selama ini selalu menjalin kerja sama akademik, Prof. Dr. Ben White, Dr. Huub de Jonge, Dr. Edwin de Jong, Dr. Lothar Smith, Dr. Martin van der Velde, Dr. Mark Wiering, MA, Prof. Dr. Peer Scheepers, Prof. Dr. Carl Sterkens serta peneliti lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, terima kasih atas bumbingan dan dukungannya selama ini. Khusus kepada Prof. Dr. Frans Husken yang telah memperkenalkan saya ke belantara keilmuan di Belanda saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Ucapan terima kasih secara khusus kepada almarhum ibu dan bapak saya, Bapak/Ibu Warnosumarto yang telah mendidik saya dengan tanpa lelah tentang kehidupan. Kepada ibu yang biasa saya panggil simbok, beliaulah yang menyadarkan saya tentang pentingnya pendidikan. Saya belajar teori human capital investment di perguruan tinggi, tetapi simbok telah mempraktekkanya tanpa harus mempelajari teorinya. Beliau berkorban apa saja agar anak-anaknya tetap sekolah, dan beliaulah yang mengajari sabagaimana cara bersyukur dan menghargai apapun yang terjadi. Kepada kakak-kakak saya, Mas Waseno (alm) dan keluarga; Mbak Warinten (alm) dan keluarga; Mbak Tri Marsiyanti (alm) dan keluarga; Mas Widodo (alm) dan keluarga; Mas Ranto sekeluarga, yang dengan sabar dan telaten ikut mendampingi saya selama studi sampai saya bekerja.

Kepada Bapak M. Ismail (alm) dan Ibu Marsuti Ismail mertua saya, beserta kakak dan adik ipar saya, Mas Tri (alm) dan Mbak Susi sekeluarga; Dik Endang Mardiati dan dik Yudi sekeluarga; Dik Endang Setyowati dan keluarga, Dik Sudari dan dik Indro skeluarga, Dik Retno (alm) dan keluarga, serta Dik Agung Nugroho dan dik Etni sekeluarga, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya karena telah menerima saya menjadi bagian keluarga besar dan menyediakan tempat yang nyaman untuk hidup.

Kepada Istri saya tercinta, Endang Agustiningsih, sangat sulit untuk mengekspresikan rasa terima kasihku yang telah dengan sabar dan memberi dukungan penuh selama 37 tahun bersama sama mengarungi hidup dengan suka dan dukanya. Kepada anak dan menantu yang kusayangi Dyani Primasari dan Nanang Purnomo, Desfa Seralantu dan Putri; Anggito Venuary, Aveinia Syafira serta cucuku yang sangat aku sayangi, Gavin, Faad, Biya dan Dream, kalianlah yang selama ini menjadi penghiburku dan membuat hidup menjadi sangat nyaman.

Terakhir kepada teman-teman seangkatan tahun 1980 di Fakultas Geografi UGM, teman alumni SMA Muhi Klaten, yang telah memberikan semangat dan dorongan agar saya tetap berjalan mencapai apa yang saat ini saya capai. Kepada mahasiswa bimbingan, khususnya S3, baik yang sudah selesai maupun yang belum selesai studinya, yang telah memberikan kesempatan untuk belajar tentang banyak hal dan memberikan kepercayaan penuh untuk mendampingi kalian sampai dengan selesai.

Khusus kepada Anggota Indhas, Pak Budi, Pak Bagoes, Pak Didi, Pak Tri, Pak Endy, Pak Sindung, Mas Helly, Pak Norhadi, Mas Sandi, terima kasih banyak atas persahabatan dan dukungannya.

Hadirin yang saya hormati, terima kasih atas kesabaran dan perhatian, semoga kita selalu dikaruniai kesehatan dan limpahan rahmat Nya.

Akhirul kalam, wabilahit taufiq wal hidayah, Asalammu’alaikum Wr. Wb.

Daftar Pustaka
Alejandro, Cid. 2003. “UNFPA’s View on Population: An Economic Analysis” MPRA Paper No. 39905. Diunduh tanggal 2 November 2023 dari https://mpra.ub.uni-
muenchen.de/39905/7/MPRA_paper_39905.pdf.
Bappenas. 2023. Penduduk Berkualitas Menuju Indonesia Emas. Jakarta : Kemeterian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.
Bongaarts, John, Michele Gragnolati, S. Amer Ahmed, and Jamaica Corker. 2020. Population, Development, and Policy. New York: Population Council.
Salim, Emil, Sri Moertiningsih Adioetomo, Evy Nurvidya Arifin, Nizam, Alvin Pratama. 2015.
Population Dynamics and Sustainable Development in Indonesia. Jakarta : UNFPA
Becker, Gary, S. 1964. Human Capital: A Theoretical and Empirical Analysis with Special Reference to Education. New York: Columbia University Press.
BKKBN. 2020. Panduan Penyusunan Grand Design 5 Pilar. Jakarta: BKKBN. Ehrlich, P.R. 1971. The Population Bomb. Ballantine Books, New York.
Fleischhauer, Kai-Joseph. 2007. A Review of Human Capital Theory: Microeconomics. St Gallen: Department of Economics University of St. Gallen.
Kelley, A. C. 2001. “The Population Debate in Historical Perspective: Revisionism revised” in Nancy Birdsall, Allen C. Kelley , Steven Sinding (eda.) .(2001) Population Matters : Demographic Change, Economic Growth, and Poverty in Developing Worlds. Oxford: Oxford University Press: 24-54.
Kelley, A. C., 1988, Economic Consequences of Population Change in the Third World, Journal of Economic Literature 26, 1685-1728.
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2019. Informasi Daya Dukung dan Daya Tampung Air Nasional. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Lingkungan.
Malthus. 1798. An Essay in the principle of population as it affects the future improvement of society. London. (http://www.ac.wwu.edu/~stephan/malthus/malthus.0.html; November 10, 2004)
Liddle, Bantley. 2002. “Demographic Dynamics and Sustainability: Insights from an Integrated, Multi-country Simulation Model”. MPIDR working paper wp 2002-039.
Modigliani, F. 1970. “The Life Cycle Hypothesis of Saving and Intercountry Differences in the Savings Ratio,” in W.A. Eltis, M.FG. Scott, and J.N. Wolfe (eds.) Induction, growth and trade: Essays in honour of Sir Roy Harrod. Clarendon Press, London: 197-225.
Rahmadhony, Aditya, Iwan Setyawan, dan Mario Ekoriano. 2020. Problematika “Delegated Legislation” pada Undang Undang No 52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Legislasi Indonesia Vol 17 No 4: 407-422.
Rusli, Said. 2009. Tekanan Penduduk, Overshoot Ekologi Pulau Jawa, dan Masa Pemulihannya. Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia Vol. 3, No. 1 200 :77-112.
Rutherford, Donald. 2007. “Malthus and Three Approaches to Solving the Population Problem”, Population Volume 62, Issue 2, 2007: 213 to 237.
Sara J. Scherr, “People and Environment: What is the Relationship between Exploitation of Natural Resources and Population Growth in the South?’, Forum for Development Studies, 1997:1, pp. 33–58.
Schultz, Theodore W. 1961. “Investment in Human Capital”. The American Economic Review, Vol 51 No 1:1-17.
Simon, J. L. 1977. The Economics of Population Growth. Princeton University Press, Princeton, NJ.
Simon, J. L. 1981. The Ultimate Resource. Princeton University Press, Princeton, NJ.
Simon, J. L. 1986. Theory of Population and Economic Growth. Basil Blackwell Ltd, Oxford, UK.
Simon, J. L. 1990. Population Matters: People, Resources, Environment, and Immigration.
Transaction Publishers, New Brunswick, NJ.
Sukamdi dan Ghazy Mujahid. 2015. Internal Migration in Indonesia. Jakarta: UNFPA.
Sukamdi. 2020. Naskah AkademikBlueprint Pembangunan Kependudukan Indonesia Emas tahun 2045 (tidak diterbitkan).
Sukamdi dan Agus Joko Pitoyo. 2020. “Inovasi Kebijakan Kependudukan di Indonesia Melalui Pembangunan Berwawasan Kependudukan” dalam Hargo Utomo dan Ika Dewi Ana (eds). Pengalaman Melembagakan Inovasi. Yogyakarta: Gadjah Mada Press.
Williamson, J. G. and Higgins, M. (1997). “The accumulation and demography connection in East Asia,” in Mason, A (ed.), Population and the Asian Economic Miracle. East West Center, Honolulu.

Peraturan dan Undang-undang:
Undang-undang No 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
Peraturan Pemerintah No 87 tahun 2014 tentang Perkembangan Kependudukan, Keluarga Berencana dan Sistem Informasi Keluarga.
Peraturan Presiden No 153 tahun 2014 tentang Grand Desain Pembangunan Kependudukan

BIODATA

Nama                          : Prof. Dr. Sukamdi, M.Sc. Tempat/Tanggal Lahir : Klaten, 5 Agustus 1960

Pangkat/Golongan      : Pembina/IVa

Alamat Kantor            : Fakultas Geografi UGM

Alamat Rumah            : Sedan Rt03/033 No 46a Sariharjo, Ngaglik, Sleman, DIY

Keluarga :

Istri : Endang Agstiningsih, BA. Anak :

  1. Dyani Primasari Sukamdi, Sfam, MSc– Nanang Purnomo, SKom
    1. Ferdinand Gavin Farraza
    2. Faadlyn Gasendra Farraza
    3. Faradyna Gazzbiya Farraza
  2. Desfa Seralantu Sukamdi, SIP, MBA – Yunita Dwi Qurnia Putri S,Hut, MBA, MIM
    1. Dream Alisher Qaf
  3. Anggito Venuary Sukamdi, Ssi
  4. Aveinia Shafira Sukamdi, SFam

Riawayat Pendidikan :

S1 Fakultas Geografi Jurusan Geografi Penduduk dan Ketenagakerjaan S2 Florida State University, Population Studies

S3 Radboud University Nijmegen, Social Sciences Riwayat Pekerjaan

1986 – skr Dosen Fakultas Geografi UGM

1986 – skr Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM 1994-2003 Sekretaris Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM 2004-2008 Kepala Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM

2003-2014 Kepala Laboratorium Kependudukan Fakultas Geografi UGM

2008- 2012 Wakil Dekan Bidang Akademik dan Penelitian Fakultas Geografi UGM

2019-skr Kepala Laboratorium Kependudukan dan Sumberdaya Ekonomi, Fakultas Geografi UGM

Publikasi lima tahun terakhir

2018 (dengan Chris Manning). “International Migration: A Very Mixed Blessing”, in Ulla Fionna et.al (eds) Aspirations with Limitations. Singapore ; ISEAS

2018 (dengan Choirul Amin and Rijanta). “Exploring typology of residents staying in disaster- prone areas: A case study inTambak Lorok Semarang Indonesia”. Forum Demografi, 32 (1). DOI: 10.23917/forgeo.v32i1.5817 2018

2018 (dengan Evita H. Pangaribowo and Daniel Tsegai). “Women’s bargaining power and household expenditure in Indonesia”: the role of gendered differentiated assets and social capital”. GeoJournal. https://doi.org/10.1007/s10708-018-9901-4

2018 (dengan Suci I. Simuraya, Muhadjir Darwin, and J.T. Keban).” The Role of SMEs in Indonesia’s Development – Policy Recommendations for SMEs’Capital Strengthening Funds in Sleman Regency”. International Journal of Society, Development and Environment in the Developing World, Volume 2, Issue 1, February 2018 (17-29)

2018 (dengan Suci I. Snuraya, Muhadjir Darwin, and J.T. Keban). “Diperlukan Pendekatan Kebijakan Adaptif Untuk Pemguatan Modal UMKM di Kabupaten Sleman”. Kawistara, Vol. 2 No 2 pp “111-212

2019 (dengan Iip Ilham, Y.T Keban and Umi Listyaningsih) “Civil Servants and Bureaucratic Performance in Indonesia: A Logistics Regression Analysis of the Turnover Intention of Anambas Islands’ Civil Servants” International Journal of Society, Development and Environment in the Developing World, Volume 3, Issue 2, August 2019 (76-90).

2019 “Mobilitas Penduduk, Kemiskinan, dan Ketahanan Pangan di Daerah Bencana: Kasus Desa Timbulsloko, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah”, Populasi, Vol. 27 No 1 pp : 55-72

2019 (dengan I Gusti Agung Agus Mahendra, Siswanto Agus Wilopo, Sukamdi & I Gusti Ngurah Edi Putra). “The role of decision-making pattern on the use of long-acting and permanent contraceptive methods among married women in Indonesia” The European Journal of Contraception & Reproductive Health Care, September 2019 pp: 1-7 (https://doi.org/10.1080/13625187.2019.1670345)

2019 (dengan Armansyah and Agus Joko Pitoyo). “Informal sector – a survival or consolidation livelihood strategy: A case study of the informal sector 10 entrepreneurs in Palembang City, Indonesia”. Russian Journal of Agricultural and Socio-Economic Sciences (ROJAS), 11 (95): 104-110. (DOI 10.18551/rjoas.2019-11.13)

2019 (dengan Ratih Fitria Putri, Made Nandini,Hanifah R. Pratiwi, Ngurainatul J. L. Syamsiyah, Rivan A. Triawan, Hesti R. Ikhwani, Rika harini, Josaphat Tetuko Sri Sumantyo). “Human and economic resources mapping analysis to evaluate SDGs accomplishment in South Kalimantan, Indonesia”. Indonesian Journal of Geography, Vol 51 (3): 373-393 (http://dx.doi.org/10.22146/ijg.39986.

2019 (dengan Eddy Kiswanto; Agus Joko Pitoyo, Wini Tamtiari; Sri Purwatiningsih; and Jevri Ardiansyah). Penanggulangan Kemiskinan: Belajar dari Bantuan Siswa Miskin (BSM). Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM.

  1. (dengan Agus Joko Pitoyo) “Inovasi Kebijakan Kependudukan di Indonesia Melalui Pembangunan Berwawasan Kependudukan”. Dalam Hargo Utomo dan Ika Dewi Ana (eds). Pengalaman Melembagakan Inovasi. Yogyakarta: Gadjah Mada Press

2020 (dengan Jenri MP. Panjaitan; Muhajir Darwin; Indra Bastian). “What Do Banks, Rural Credit Institutions, and Regulators Infer from the Current Strengths and Standing of Indonesian SMEs?”. Gadjah Mada International Journal of Business, Vol. 2 No. 1 (January-April) pp: 1-23.

2020 (dengan Sumini, Evita Hanie pangaribowo, Yeremias T. Keban). “Elderly Care: A Study on Community Care Services in Sleman, DIY, Indonesia”. Journal of Aging Research Volume 2020, https://doi.org/10.1155/2020/3983290

2020 (dengan Ayu Sari Wulandari, Muhadjir darin, Djoko Santoro Moelyono). “Enhancing Financial Inclusion through Social Capital in Indonesia: A Case Study of Women Micro Enterprise Group in Bogor Regency, West Java”. International Journal of Society, Development and Environment in the Developing World, Volume 4, Issue 2, August 2020 (31-44)

2020 Kependudukan/Population (book chapter) dalam Geografi Manusia. Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Geografi

2020 Pendahuluan/Introduction (book chapter) dalam Geografi Manusia. Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Geografi

2021 (dengan Choirul Amin, dan Rijanta). “Exploring Migration Hold Factors in Climate Change Hazard-Prone Area Using Grounded Theory Study: Evidence from Coastal Semarang,       Indonesia”                             Sustainability        2021,                        13(8),           4335; https://doi.org/10.3390/su13084335

2022 (dengan Alia Fajarwati, Dyah Rahmawati Hizbaron, Umi Listyaningsih, Zara Hadijah, Pinta Rachmadani). “Exercising Time Geography in gender and disaster. Discourse through Women Headed Household experience during drought”. Human Geographies, Journal of Studies and Research in Human Geography. Vol. 16, No 1 : 53-68.

2022 (dengan Middia Martanti Dewi and Evita Hanie Pangaribowo). “The Effectiveness of Targeting Food Assistance Program in Indonesia”. Southeast Asian Journal of Economics 10(1), April 2022: 37-72

2023 (dengan Nanang W dan Agus Joko Pitoyo). “Remapping Internal Migration: How Complex Are Indonesian Migration Trajectories?” Journal of Population and Social Studies [JPSS], 32, 56–77.

2023 (dengan Umi Listyaningsih). Grand Desain Pembangunan Kependudukan Kota Batam (forthcoming) Kota Batam: Dinas PPPAPP.

2023 (dengan Fang Lue, Agus Joko Pitoyo, and Sri Purwatinngsih). “Parental migration,  peer contagion, and young adults’ tobacco use in Indonesia”. Asia Pacific Migration Journal (forthcoming).

Share the Post:

Berita Terbaru