Gencarkan Edukasi dan Promosi Perubahan Perilaku untuk Intervensi Stunting, BKKBN Temui Ratusan Kader KB dan TPK di Banjarnegara

Semarang — Pola perilaku masyarakat sangat menentukan lahirnya bayi stunting di suatu daerah. Deputi ADPIN Sukaryo Teguh Santoso, M.Pd., mengungkapkan hal tersebut ketika bertemu ratusan kader KB, TPK, dan penyuluh KB di Kabupaten Banjarnegara, Kamis (09/11).

Pola asuh anak, asupan gizi yang seimbang, pernikahan dini, unmeetneed, sanitasi yang buruk, sampai kemiskinan ekstrim, menjadi faktor yang memberikan dampak pada lahirnya bayi stunting. Maka dari itu, perubahan pola perilaku masyarakat menuju arah yang lebih baik harus terus digencarkan.

Tiga narasumber hadir pada pertemuan yang bertajuk “Road Show Sosialisasi dan KIE Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting dalam Rangka Hari Ibu Tahun 2023” ini. Dengan penekanannya masing-masing, semua sepakat untuk bersama-sama melakukan intervensi stunting sampai ke akarnya.

Dra. Retno Sudewi, APT, M.Si., MM, selaku Kepala Dinas DP3AP2KB Provinsi Jawa Tengah memaparkan bagaimana kondisi Jawa Tengah saat ini. Dengan angka prevalensi stunting (SSGI) 20,8 persen, maka untuk mencapai 14 persen di tahun 2024 Jawa Tengah masih memiliki pekerjaan besar untuk dihadapi.

“Kenapa di Jateng ini turunnya sedikit sekali, ya pola asuh ini yang jadi penyebab terbesar nya,” tegas Retno, kepada seluruh peserta yang hadir.

Ia mencontohkan dengan masih adanya orang tua yang sudah memberikan MPASI sebelum usia bayi enam bulan. Menurutnya, pola asuh seperti itu harus diperbaiki, dengan tetap optimalkan ASI eksklusif di enam bulan pertama.

Peran TPK, Kader KB di garis terdepan yang lebih sering berinteraksi langsung dengan masyarakat diharapkan mampu memberikan dampak lebih pada terjadinya perubahan perilaku di masyarakat. Maka dari itu, adanya kegiatan promosi dan edukasi yang dilakukan oleh BKKBN bersama mitra, menjadi momen baik untuk berkumpul dan berkoordinasi kembali dalam melakukan langkah efektiv intervensi stunting.

“Tanggung jawab mendeteksi stunting ada pada kita semua. Saya percaya di Banjarnegara, kita semua bisa. Saya yakin kalau kita berkolaborasi, kader KB, PKK, tenaga kesehatan, pasti bisa,” ungkapnya memotivasi dan meyakinkan.

Kabupaten Banjarnegara menjadi lokasi pertemuan ini bukan sekedar acak pilih lokasi, namun berdasar data dan kondisi yang tersedia di Kabupaten tersebut. Survei SSGI 2022 mengungkapkan angka prevalensi stunting di Banjarnegara berada di angka 22,2 persen. Turun dari tahun sebelumnya di angka 23,3 persen. Namun disamping itu, Banjarnegara menjadi salahsatu Kabupaten dengan kemiskinan tinggi di Jawa Tengah.

Sederet strategi dilakukan pemerintah Kabupaten Banjarnegara, diantaranya dengan menetapkan Desa Lokus Kemiskinan di 14 titik Kecamatan, dengan total 44 Desa pada tahun 2023. Begitupun dengan dilakukannya pemetaan terhadap 8 layanan kemiskinan ekstrim. Hasilnya, terjadi penurunan 0,3 persen, dari sebelumnya 15,20 persen menjadi 14,90 persen.

Melihat kondisi tersebut maka sudah sepatutnya dukungan dan Kerjasama lintas sektor dilakukan. Kemiskinan ekstrim sangat beririsan pada terjadinya stunting, dan perlu langkah nyata, sehingga semua itu bisa terintervensi dan mengarah kepada yang lebih baik.

“Apa yang telah kami lakukan dalam pencegahan terjadinya stunting adalah dengan adanya pendampingan remaja, catin, bumil, busui, balita, pemberian makanan tambahan, air bersih, ada juga bantuan dan jaminan sosial bagi keluarga miskin,” ungkap Bupati Banjarnegara yang diwakili oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Banjarnegara, Drs. Indarto M.Si.

Dalam sambutan tersebut ia memaparkan bahwa banyak potensi yang tersedia di Banjarnegara, baik itu sumber daya alam, wisata, pertanian kopi dan sayur mayur, samua tersedia di Kota Dawet Ayu ini. Namun demikian, tantangan pembangunan bangsa dengan adanya stunting, menjadi masalah serius yang harus di hadapi, termasuk di Banjarnegara.

Maka intervensi stunting melalui perubahan pola prilaku harus tepat sasaran, dan harus terfokus pada skala prioritas. Remaja, Calon Pengantin, Ibu Hamil, Keluarga Baduta dan Balita, serta Ibu Menyusui, harus benar-benar terdata, sehingga pengawalan dan intervensi bisa dilakukan dengan lebih efisien.

Kepala Dispermades PPKB Kabupaten Banjarnegara, Hendro cahyono, SE, M.Si pada pemaparannya tentang strategi percepatan penurunan stunting di Banjarnegara juga menekankan perubahan perilaku sebagai metode dalam percepatan penurunan stunting.

“Mengubah perilaku negatif menjadi positif, mempertahankan dan mengembangkan perilaku positif sehingga bermanfaat bagi dirinya dan menjadi contoh bagi orang lain, sampai akhirnya perilaku positif tersebut menjadi sebuah kebiasaan, konsisten, dan terus menerus dilakukan,” jelas Hendro.

Seperti hal nya program “2 Anak Lebih Baik” yang digencarkan oleh BKKBN sebelumnya, berhasil memberikan perubahan perilaku di masyarakat, yang mulanya cenderung berfikir “banyak anak banyak rezeki”, menjadi lebih bijak dalam memiliki anak. Dan hal itu kini tumbuh menjadi pola perilaku hidup masyarakat Indonesia. Terbukti dengan TFR Indonesia saat ini di angka 2,19 persen, yang mana ini merupakan ideal.

“2 anak sudah menjadi budaya masyarakat Jawa Tengah. Semua ini atas peran bapak ibu hebat semuanya. Tantangan ke depan, agar penduduk yang banyak ini hebat, kuat, unggul,” ungkap Deputi ADPIN BKKBN melhat kondisi bangsa Indonesia saat ini.

Lebih lanjut, edukasi pencegahan dan penangaanan stunting dipaparkan ulang oleh ketiga narasumber kepada seluruh peserta yang hadir. Termasuk dalam hal ini, mendongkrak kaum pria untuk turut ambil peran dalam melakukan pencegahan stunting. “Di Jateng ada program Gardu Perak, Gerakan Pria Peduli Perempuan dan Anak. Jadi ini biar bapak-bapak bisa ngasuh anak, makanannya, gizi nya,” ungkap Kepala Dinas DP3AP2KB Provinsi Jawa Tengah, Retno Sudewi.

Menjadi masyarakat yang unggul, dimulai dengan Indonesia bebas stunting. Karena bonus demografi pada tahun 2045 sangat ditentukan dari kondisi anak-anak saat ini. Kualitas anak-anak yang stunting, menjadikan daya saing rendah, begitupun daya tahan tubuh dan postur yang tidak lebih baik daripada umumnya. Jika hal tersebut tidak dapat dihentikan, maka bonus demografi hanya akan terlewat begitu saja, dan menjadi sia-sia.

Penulis : Dadang.

Share the Post:

Berita Terbaru