Beberapa waktu yang lalu, media informasi kita diramaikan dengan adanya berita gugatan cerai yang dilakukan oleh salah seorang artis yaitu Ria Ricis terhadap pasangannya, Teuku Ryan. Sebelumnya kasus perceraian juga melanda pasangan Desta dan Natasha Rizki, serta yang barangkali cukup membuat heboh media adalah kasus perceraian antara Virgoun dan Inara Rusli.
Mantan kiper tim nasional (timnas) Indonesia, Kurnia Meiga, belakangan juga ramai diperbincangkan oleh media perihal perceraian dengan mantan istrinya, Azhiera Adzka Fathir. Sebagaimana dikutip dari berbagai media, Azhiera membongkar alasan memutuskan cerai karena mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hingga perselingkuhan.
Kasus perceraian di kalangan artis dan pesohor lainnya selalu muncul ke permukaaan berkat kekuatan media dan daya tarik personal mereka untuk menjadi sumber berita. Namun, sejatinya kasus perceraian juga banyak terjadi di kalangan masyarakat pada umumnya. Berbicara data berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang tahun 2023 terdapat 463.654 kasus perceraian di Indonesia. Meskipun sedikit mengalami penurunan dibanding tahun 2022, namun tetap saja angka tersebut tergolong tinggi.
Perceraian apapun alasannya merupakan satu hal yang paling tidak diinginkan oleh para pasangan yang telah melakukan ikrar dan komitmen untuk menjalani kehidupan bersama melalui sebuah ikatan pernikahan. Pernikahan merupakan sebuah peristiwa sakral dalam perjalanan hidup dua individu. Oleh karena itu untuk mewujudkan keluarga bahagia/sakinah maka sepasang calon pengantin (catin) perlu mendapatkan informasi tentang kemungkinan yang akan terjadi dalam kehidupan rumah tangga, sehingga pada saatnya nanti dapat mengantisipasi dengan baik paling tidak berusaha mengingatkan jauh-jauh hari agar masalah yang timbul kemudian dapat diminimalisir dengan baik.
Ketika seseorang memiliki maksud untuk menikah namun tidak mempersiapkan diri dengan baik maka bukan tidak mungkin ia akan banyak menghadapi permasalahan dalam rumah tangganya, yang bahkan bukan tidak mungkin akan dapat berujung pada perceraian. Oleh karena itu, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencoba membekali para calon pengantin mengenai apa saja yang harus dipersiapkan untuk memasuki jenjang pernikahan. Hal tersebut juga dikenal sebagai 10 (sepuluh) dimensi kesiapan berkeluarga, yang terdiri dari:
a. Kesiapan Usia
Kesiapan usia adalah kesiapan umur untuk menikah. Usia ideal menikah untuk perempuan adalah 21 tahun, sedangkan untuk laki-laki adalah 25 tahun. Usia ideal erat kaitannya dengan siap atau tidaknya catin dari segi fisik, mental, hingga finansial untuk menikah. Pentingnya kesiapan usia juga bertujuan untuk mempersiapkan pola pemikiran yang matang dalam mempersepsikan sebuah pernikahan.
b. Kesiapan Finansial
Kesiapan finansial merupakan bagian dari kemandirian keuangan, sehingga kriteria ini sangat penting untuk kesiapan menikah. Dalam hal ini kesiapan finansial dapat dilihat dari ketercukupan uang yang dimiliki, kemandirian finansial (tidak merepotkan orang tua dan keluarga besar), memiliki jenjang karier yang tetap dalam jangka panjang, termasuk cara atau kemampuan untuk mengelola keuangan dan sumber daya keluarga serta memiliki tabungan keluarga.
c. Kesiapan Fisik
Kesiapan fisik adalah kesiapan secara biologis untuk melakukan hubungan seksual dan kemampuan untuk melakukan pengasuhan serta melakukan pekerjaan rumah tangga. Catin harus memiliki kondisi fisik yang prima untuk menjalani kehidupan baru sebagai suami dan istri. Kesiapan fisik dianggap penting supaya individu dapat mempersiapkan organ-organ biologis dan menjaga serta merawat kesehatannya untuk mencapai tubuh yang sehat. Meskipun fungsi dan organ fisik catin wanita dan pria berbeda, tapi masing-masing catin harus mengetahui kondisi dan kesehatan pasangan, termasuk bagaimana menjaganya.
d. Kesiapan Mental
Kesiapan mental adalah kemampuan individu dalam mempersiapkan kemungkinan- kemungkinan yang dapat terjadi, siap dalam mengantisipasi resiko yang ada, dan menyeimbangkan antara harapan dan kenyataan. Penting melakukan kesiapan ini untuk mempersiapkan dan mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi dalam kehidupan berkeluarga. Kesiapan mental juga sangat diperlukan dalam membina keluarga karena ternyata, usia yang matang juga biasanya memiliki kondisi mental yang matang juga.
e. Kesiapan Emosi
Kesiapan emosi adalah kemampuan individu dalam mengontrol emosi yang baik untuk menghindari perilaku yang tidak baik dan kekerasan serta untuk mengungkapkan perasaannya kepada orang-orang disekitarnya. Individu yang memiliki kesiapan emosi yang baik dapat mengatur dan mengelola perasaannya dengan baik sehingga dalam menghadapi permasalahan dapat memposisikan diri dengan baik. Catin harus belajar menjadi seseorang yang pengertian dan memahami pasangan. Penting bagi catin untuk belajar mengelola emosi dan memiliki emosi yang matang.
f. Kesiapan Sosial
Kesiapan sosial adalah kemampuan untuk mengembangkan berbagai kapasitas untuk mempertahankan pernikahan. Selain itu terdapat interaksi antara individu dan masyarakat luas seperti hubungan untuk diterima lingkungan sekitar dan dapat menyediakan karir untuk masa depan keluarganya. Kesiapan sosial dibutuhkan untuk individu supaya mampu melakukan penyesuaian terhadap lingkungan sekitar. Selain itu dapat menjalin hubungan dengan lingkungan luas sehingga dapat memungkinkan mendapatkan manfaat untuk jenjang karier atau sebagainya. Apabila individu memiliki kesiapan sosial yang baik maka dapat berhubungan dengan lingkungan sekitar dengan baik, sehingga hubungan dengan keluarga besar dan tetangga menjadi harmonis. Selain itu juga dapat melakukan penyesuaian dan kerjasama dengan masyarakat luas. Jika individu tidak memiliki kesiapan sosial maka individu tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitar sehingga menyebabkan terjadinya kesalahpahaman.
g. Kesiapan Moral
Kesiapan moral adalah kemampuan untuk mengetahui dan memahami nilai-nilai kehidupan yang baik seperti komitmen, kepatuhan, kesabaran, dan memaafkan. Pentingnya kesiapan ini sebagai pedoman dan prinsip dalam menjalankan kehidupan sehari-hari dan dapat digunakan untuk membentuk kepribadian dalam berhubungan dengan pasangan dan keluarga besar. Individu yang mempersiapkan moral dengan baik maka dapat membedakan mana yang benar dan salah dalam mengaplikasikan ke nilai-nilai kehidupan pernikahan dan menjadikan individu yang berkualitas sehingga dapat mendidik generasi selanjutnya untuk memiliki moral yang baik. Selain itu, apabila pasangan suami istri memiliki moral yang baik maka dapat menjadikan keluarga harmonis dikarenakan pasangan suami istri selalu menjaga komitmen, saling menghargai dan mematuhi.
h. Kesiapan Interpersonal
Kesiapan Interpersonal adalah kemampuan individu dalam melakukan kompetensi dalam berhubungan seperti pasangan suami istri harus saling mendengarkan, membahas permasalahan pribadi dengan pasangan, dan menghargai apabila terdapat perbedaan. Individu membutuhkan kesiapan ini untuk memahami individu yang lainnya, dapat menghargai dan tenggang rasa dengan orang lain serta dapat peduli dengan lingkungan sekitar. Jika individu memiliki kesiapan interpersonal yang baik maka dapat saling memahami dan peduli sehingga mencapai kepuasan pernikahan dan tercapai kesejahteraan keluarga.
i. Keterampilan Hidup
Keterampilan Hidup adalah kemampuan yang dimiliki individu dalam mengembangkan berbagai kapasitas untuk memenuhi peran di dalam keluarga seperti menjaga kebersihan rumah tangga, merawat dan mengasuh anak, melayani suami, dan sebagainya. Apabila individu dapat mempersiapkan keterampilan hidup dengan baik maka dapat saling bekerja sama dalam menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Dalam hal ini dapat mewujudkan kepuasan dan kesejahteraan keluarga. Dampak positif jika individu memiliki kesiapan keterampilan hidup maka dapat menjalankan peran suami istri dengan optimal sehingga dapat mewujudkan ketahanan keluarga yang baik.
j. Kesiapan Intelektual
Kesiapan Intelektual adalah kesiapan yang berhubungan dengan kemampuan individu dalam berfikir, menangkap informasi dan berhubungan dengan kemampuan mengingat. Digunakan sebagai penunjang dan pendukung dalam mencari informasi dan pengetahuan tentang pernikahan dan cara-cara merawat anak atau mengelola keuangan. Dampak positif jika memiliki kesiapan intelektual adalah individu dapat semakin memiliki pengetahuan dan informasi tentang pernikahan, pengetahuan pengasuhan yang banyak sehingga dapat mengatasi apabila terdapat permasalahan atau hambatan.
Kualitas sebuah pernikahan sangat ditentukan oleh kesiapan dan kematangan kedua calon pasangan dalam menyongsong kehidupan berumah tangga. Oleh karena itu sebelum memutuskan untuk menapaki jenjang pernikahan, alangkah baiknya para calon pasangan untuk dapat mempersiapkan semuanya sebaik-baiknya. Jadi, sudah siapkah kamu untuk membentuk sebuah keluarga baru dengan pasanganmu..???
*) Disusun oleh : Iman Solikhin S.Sos., M.A.P. (Ketua DPC IPeKB Indonesia Kabupaten Brebes/ Pengurus Koalisi Kependudukan Indonesia Kabupaten Brebes)
**) Disarikan dari Buku Modul PRANIKAH (Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional)